PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI ERA DESENTRALISASI: PEMERINTAH DAERAH HARUS JADI PEMAIN

Main Article Content

Toto Suharto

Abstract

Munculnya kejadian gizi buruk beberapa waktu yang lalu cukup mengejutkan ketika pertumbuhan ekonomi bangsa ini sudah mulai membaik sejak ditimpa musibah krisis moneter. Media massa seringkali menyoroti sosok menteri kesehatan sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Mengapa menteri kesehatan? Bukankah sekarang sudah terjadi perubahan paradigma? Mengapa orang daerah tidak angkat bicara? Apa makna desentralisasi bagi orang daerah? Apa peran pemda? Bagaimana dengan keberadaan SKPG? Sederet pertanyaanpun muncul.
Dilihat dari usianya, desentralisasi di Indonesia tergolong masih balita, baru empat tahun, sehingga beberapa kajianpun seringkali melontarkan kritik terhadap pemerintah pusat terutama komitmen seputar pelimpahan wewenang ke daerah. Sebut saja kebijakan penanganan keluarga miskin melalui PT Askes, perizinan rumah sakit, diterbitkannya standar pelayanan minimal yang disinyalir oleh sebagian pihak sebagai gejala re-sentralisasi. Walaupun demikian, Kepala Unit Desentralisasi Departemen Kesehatan Drs. Dwijo Suseno, Apt. di beberapa seminar nasional menegaskan bahwa pemerintah pusat tetap akan menempatkan desentralisasi sebagai prioritas. Oleh karena itu tinggal bagaimana daerah merespon. Dalam penanggulangan gizi buruk, pemerintah daerah harus menjadi aktor-intelektualnya, bagaimana mencegahnya, mau diapakan kasus tersebut dan sebagainya. Ironisnya, munculnya kasus gizi buruk seringkali dianggap aib, sehingga cenderung untuk ditutup-tutupi. Hal tersebut justru menjadi preseden buruk bagi upaya penanganan lanjut yang pada akhirnya balita ditemukan sudah dalam keadaan parah.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

How to Cite
PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI ERA DESENTRALISASI: PEMERINTAH DAERAH HARUS JADI PEMAIN. (2023). TEMU ILMIAH NASIONAL PERSAGI, 1, 482-485. https://www.tin.persagi.org/index.php/tin/article/view/166
Section
3. SIMPOSIA TIN PERSAGI 2005 - Gizl Masyarakat

How to Cite

PENANGGULANGAN GIZI BURUK DI ERA DESENTRALISASI: PEMERINTAH DAERAH HARUS JADI PEMAIN. (2023). TEMU ILMIAH NASIONAL PERSAGI, 1, 482-485. https://www.tin.persagi.org/index.php/tin/article/view/166

References

Depkes RI. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk. 2005.

Dwiyanto, Agus.dkk. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. 2003.

Dwiyanto, Agus. Krisis ekonomi, Kemiskinan dan Otonomi daerah: Membangun Tata Pemerintahan Yang Baik. Makalah. Disampaikan pada kuliah perdana mahasiswa baru IKM UGM tahun akademik 2004/2005. 2004.

Getzen, Thomas E. Health Economics: Fundamentals and Flow of Funds. John Wiley & Sons, Inc. New York. 1997.

Kovner, A.R. Health Care Delivery in the United States. Springer Publishing. 1995.

Newbrander, Collins & Gilson. User Fees for Health Services: Guidelines for Protecting the Poor. Management Sciences for Health. Boston. 2001.

Osborne & Gaebler Reinventing Goverment. 1997.

Santerre, Rexford E. & Neun, Stephen P., Health Economics: Theories, Insights, and Industry Studies. Times Mirror Highest Education Group. Inc. company. USA.

Soekirman. Perlu Paradigma Baru untuk Menanggulangi Masalah Gizi Makro di Indonesia. www.gizi.net. 17 Nopember 2004.

Surat Edaran Mendagri No. 903/2004.